TUNTUNAN SHOLAT LENGKAP
BERDIRI
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
“Peliharalah semua sholat dan sholat wustha
dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika kamu dalam ketakutan, sholatlah
dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Jika kamu dalam keadaa aman, ingatlah
kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana sebelumnya
kamu tidak mengetahui (cara tersebut).” (QS. Al Baqarah : 238).
MENGHADAP
KA’BAH
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
“Bila engkau berdiri untuk sholat,
sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.”
(HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
(HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang hal ini telah
turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:
“Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada
wajah Allah.”
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum
turunnya firman Allah:
“Kami telah melihat kamu menengadahkan
kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh
karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil Haram.” (QS. Al
Baqarah : 144).
Setelah ayat ini turun
beliau sholat menghadap Ka’bah.
Pada waktu sholat
subuh kaum muslim yang tinggal di Quba’ kedatangan seorang utusan Rasulullah
untuk menyampaikan berita, ujarnya,
“Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka’bah. Oleh
karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke sana.” Pada saat itu mereka tengah
menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka memutar
haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim,
Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa’ad. Baca Kitab Al Irwa’, hadits No. 290).
MENGHADAP
SUTRAH
Sutrah (pembatas yang berada di depan orang sholat) dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani’ dalam Kitab Masa’il, dari Imam Ahmad.Beliau mengatakan, “Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, ‘Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!’ Kemudian aku memasang orang untuk menjadi sutrah.”Syaikh Al Albani mengatakan, “Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya.”Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sutrah (pembatas yang berada di depan orang sholat) dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani’ dalam Kitab Masa’il, dari Imam Ahmad.Beliau mengatakan, “Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, ‘Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!’ Kemudian aku memasang orang untuk menjadi sutrah.”Syaikh Al Albani mengatakan, “Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya.”Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kamu sholat tanpa menghadap sutrah
dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau
cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia
ditemani oleh setan.”
(HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).
(HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).
Beliau juga bersabda:
“Bila seseorang di antara kamu sholat
menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat
memutus sholatnya.”
(HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
(HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
Dan hendaklah sutrah
itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana
yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri
shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di
depannya 3 hasta.”
(HR. Bukhari dan Ahmad).
(HR. Bukhari dan Ahmad).
Adapun yang dapat
dijadikan sutrah antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah,
hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding
dan lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
NIAT
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, serta menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, serta menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap
orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.”
(HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22).
(HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22).
Niat
tidak dilafadzkan
Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Abu Dawud bertanya
kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum
dia takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan
Majmuu’ al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi berkata,
“Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat
sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat
sedikitpun selain hanya lafadz takbir.”
Asy Syafi’i berkata,
“Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap
syariat atau membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy ‘an al
Ibtidaa’).
TAKBIRATUL
IHROM
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar (
) di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan
seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang
itu:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar (

“Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna
sebelum dia berwudhu’ dan melakukan wudhu’ sesuai ketentuannya, kemudian ia
mengucapkan Allahu Akbar.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila engkau hendak mengerjakan sholat,
maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah
kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.”
(Muttafaqun ‘alaihi).
(Muttafaqun ‘alaihi).
Takbirotul
ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd
berkata, “Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan
lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan
membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.”
An Nawawi berkata,
“…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara
ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika
sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan,
seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa
didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara
umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika
ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun
sunnah…” beliau melanjutkan, “Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi’i dan
disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi’i berkata dalam al Umm, ‘Hendaklah
suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut
dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.’.” (al Majmuu’ III/295).
MENGANGKAT
KEDUA TANGAN
Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya,
Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya,

berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa
mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap
kali bertakbir untuk ruku’ dan setiap kali bangkit dari ruku’nya.”
(Muttafaqun ‘alaihi).
(Muttafaqun ‘alaihi).
Atau mengangkat kedua
tangannya setentang telinga,
berdasarkan hadits
riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa
mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam
sholat).”
(HR. Muslim).
(HR. Muslim).
Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya dengan
membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula
menggengamnya). (Shifat Sholat Nabi).
BERSEDEKAP
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
“Kami, para nabi diperintahkan untuk segera
berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri
(bersedekap) ketika melakukan sholat.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat
pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan
tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang
itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan
Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan
atau menggenggam
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya
berdasar hadits dari
Wail bin Hujur:
“Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri,
pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga
menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya,
berdasarkan hadits
Nasa’i dan Daraquthni:
“Tetapi beliau terkadang menggenggamkan
jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.”
(sanad shahih).
(sanad shahih).
Bersedekap
di dada
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
“Beliau meletakkan kedua tangannya di atas
dadanya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai
sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab
Masa’il, halaman 222 berkata: “Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir
kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a qunut dan
melakukan qunut sebeluim ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan
dengan teteknya.” Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi ‘Iyadh
al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam, beliau berkata:
“Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada.”
MEMANDANG
TEMPAT SUJUD
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).”
(HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
(HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan
menengadah ke langit
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Hendaklah sekelompok orang benar-benar
menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam
sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.”
(HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).
(HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).
Rasulullah juga
melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau
bersabda:
“Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke
kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada
hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.”
(HR. Tirmidzi dan Hakim).
(HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma’aad (
I/248 ) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan
kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, “Jumhur ulama mengatakan
bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.”
Juga dimakruhkan
shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada
gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan
dinding yang bergambar dan sebagainya.
MEMBACA
DO’A ISTIFTAH
Doa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
Doa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
“Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia
bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah),
dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…” (HR. Abu Dawud dan Hakim,
disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa
istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya
adalah:
“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA
KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN
KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII
MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan
kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya,
Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih
dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku
dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI
WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII
WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU
WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA
ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU
NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ
DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA
ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA
LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA.
[WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA
ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta
seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk
orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk
Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah
aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya
Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau
Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah
menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku.
Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku
petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat
memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk.
Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang
terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam
kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan
perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan
Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
MEMBACA
TA’AWWUDZ
Membaca doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana firman Allah ta’ala:
Membaca doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini
adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm
(Lihat al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Nabi biasa membaca
ta’awwudz yang berbunyi:
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN
HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang
terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan
dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY
SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
MEMBACA
AL FATIHAH
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):
“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya)
bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Barangsiapa yang sholat tanpa membaca
Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak
sempurna”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Kapan
Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau
imam membaca secara keras…?
Tentang ini Syaikh
Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat
dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:
“Betulkah kalian tadi membaca (surat)
dibelakang imam kalian?” Kami menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai
Rasulallah.” Berkata Rasul: “Kalian tidak boleh melakuka
MEMBACA
AMIN
Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.
Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.
Dari Abu hurairah, dia berkata: “Dulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab
(Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin.”
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)
“Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam
sholat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang.”
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Hadits tersebut
mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi
pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih
lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul ‘baab jahr
al-imaan bi al-ta-miin’ (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika
membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair
membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga perkataan Nafi’
(maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang
keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar
sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”
Hukum
Bagi Makmum:
Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.
Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: “Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin.”
Hal ini mengisyaratkan
bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas
oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh
makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya.
Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah.
(lihat Nailul Authaar, II/262).
“Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi
‘alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan
amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: “(apabila imam
mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan
aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: “bila
seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat
dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
Syaikh Al-Albani
mengomentari masalah ini sebagai berikut:
“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)
“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)
BACAAN
SURAT SETELAH AL FATIHAH
Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka’at pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.
Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka’at pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.
Panjang
pendeknya surat yang dibaca
Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).Rasulullah berkata:
Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).Rasulullah berkata:
“Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang
bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku
memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi
itu.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Cara
membaca surat
Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua. (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua. (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang beliau
membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu roka’at.(Berdasar hadits
yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh
At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata
cara bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua. (berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua. (berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sholat yang
bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada sholat
dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada roka’at ketiga ataupun dua
roka’at terakhir sholat isya’ Nabi membacanya dengan lirih yang hanya bisa
diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang
beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti
ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai selesai.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam
setiap (roka’at) ruku’ dan sujud.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam riwayat lain
disebutkan:
“Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu
roka’at.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan oleh Syaikh
Al-Albani: “Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu roka’at
sehingga roka’at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna.” Perintah dalam
hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam membaca surat
Al-Qur-an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil,
tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana diperintahkan oleh Allah- dan beliau
membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih
panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata
bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
“Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana
kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang
engkau baca.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau
juga memerintahkan yang demikian itu:
“Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara
kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an].”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak
melagukan Al-Qur-an.”
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
RUKU’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat
mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan
ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari
ruku’ ….”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara
Ruku’
> Bila Rasulullah ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.
> Bila Rasulullah ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.
“Bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam
(ketika ruku’) meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
> Menekankan
tangannya pada lututnya.
“Jika kamu ruku’ maka letakkan kedua tanganmu
pada kedua lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan
tangan untuk ruku’.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
> Merenggangkan
jari-jemarinya.
“Beliau merenggangkan jari-jarinya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
> Merenggangkan
kedua sikunya dari lambungnya.
“Beliau bila ruku’, meluruskan dan
membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau,
air tersebut tidak akan bergerak.”
(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
> Antara kepala dan
punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah
antara kedua keadaan tersebut.
“Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak
pula menundukkannya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
“Sholat seseorang sempurna sebelum dia
melakukan ruku’ dan sujud dengan meluruskan punggungnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu ‘Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu ‘Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
>
Thuma-ninah/Bersikap Tenang
Beliau pernah melihat orang yang ruku’ dengan
tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: “Kalau orang ini
mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya
seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku’ tidak sempurna dan
sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang
tidak mengenyangkan.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
> Memperlama Ruku’
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan
ruku’, berdiri setelah ruku’ dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir
sama lamanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Yang
Dibaca Ketika Ruku’
Do’a yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
Do’a yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
1. SUBHAANA RABBIYAL
‘ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Yang artinya:
“Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung.”
2. SUBHAANA RABBIYAL
‘ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam
Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).
Yang artinya:
“Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap
pujian bagi-Nya.”
3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN
RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam
Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Yang artinya:
“Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan
ruh.”
4. SUBHAANAKALLAHUMMA
WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII
Yang artinya:
“Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan
memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku.”
Berdasarkan hadits
dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata:
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam
ruku’nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Do’a ini yang paling
sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari ‘A-isyah yang menunjukkan bahwa
Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr -yang artinya: “Hendaklah engkau
mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.” (TQS. An-Nashr 110:3)-, waktu ruku’ dan
sujud beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca do’a ini hingga
wafatnya.
5. Dan lain-lain
sesuai dengan hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang
Dilarang Ketika Ruku’
Larangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku’ kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
Larangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku’ kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku’ dan sujud.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah)
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah)
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
I’TIDAL
DARI RUKU’
Cara i’tidal dari ruku’
Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai membaca do’a, maka kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit tersebut membaca
(SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan
mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan
keterangan beberapa hadits, diantaranya:
Cara i’tidal dari ruku’
Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai membaca do’a, maka kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit tersebut membaca

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat
mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan
ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari
ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
Yang
Dibaca Ketika I’tidal dari Ruku’
Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku’ itu membaca:
(SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH)
Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku’ itu membaca:

Kemudian ketika sudah
tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:
RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji
kepada-Mu)
atau
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji
kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah,
Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah,
Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
Dalilnya adalah hadits
dari Abu Hurairah:
“Apabila imam mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN
HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD,
barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat
diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan
bacaan:
MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA
SYI-TA MIN SYAI-IN BA’D
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu)
berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu)
berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Dan Do’a lain-lain
Cara
I’tidal
Adapun dalam tata cara i’tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Adapun dalam tata cara i’tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Keterangan untuk pendapat
pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau menggenggamnya
dan menaruhnya di dada, ketika telah berdiri.
Hal ini berdasarkan
nash dibawah ini:
Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang
artinya: “Ia (Wa-il bin Hujr) berkata: “Saya melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam sholat, beliau memegang tangan
kirinya dengan tangan kanannya.”
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya:
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik,
ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sa’d ia berkata: “Adalah
orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
) agar seseorang meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat.”
Komentar Abu Hazm: “Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .”
Komentar dari Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang dimuat dalam
majalah Rabithah ‘Alam Islamy, edisi Dzulhijjah 1393 H/Januari 1974 M, tahun
XI): “Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan tangan kanan
atas tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah berdiri
baik sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan bahwa para
shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya
dalam sholat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan orang sholat
dalam ruku’ meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam
sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar
dengan keddua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud
begitu pun dalam tasyahud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan lututnya
dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian Sunnah tersebut tidak
tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian dapatlah dimengerti
bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyari’atkan bagi Mushalli
ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan tangan kanannya atas lengan
kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena tidak
ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara keduanya,
oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan dalilnya.
(Kembali pada kaidah ushul fiqh: “asal dari ibadah adalah haram kecuali ada
penunjukannya” -per.)
Disamping itu ada pula
ketetapan dari hadits Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan sanad yang
shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri
dalam sholat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.”
Wallaahu
a’lamu bishshawab.
Thuma-ninah
dan Memperlama Dalam I’tidal
“Kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau
berdiri dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata
tempatnya].” (dalam riwayat lain disebutkan: “Jika kamu berdiri i’tidal,
luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu
mapan ke tempatnya).”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi’i dan Ahmad)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi’i dan Ahmad)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri
terkadang dikomentari oleh shahabat: “Dia telah lupa” [karena saking lamanya
berdiri].
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
SUJUD
Sujud dilakukan setelah i’tidal thuma-ninah dan jawab tasmi’ (Rabbana Lakal Hamd…dst).
Caranya
Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu
Sujud dilakukan setelah i’tidal thuma-ninah dan jawab tasmi’ (Rabbana Lakal Hamd…dst).
Caranya
Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu
baru
kemudian meletakkan kedua tangan. (abu zalfa: Dalam hal ini ada perbedaan
pendapat, Lihat disini)
pada tempat kepala
diletakkan dan kemudian meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan
hidung dan jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun
telinga).
Dari Wail bin Hujr, berkat, “Aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua
lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan
sebelum kedua lututnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
“Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya
ketika hendak sujud.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)
“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan
menghadapkannya ke arah kiblat.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
“Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan
bahunya”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
“Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar
dengan daun telinganya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
Cara
Sujud
> Bersujud pada 7 anggota badan,
> Bersujud pada 7 anggota badan,
yakni
jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua
ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits:
Dari Ibnu ‘Abbas berkata: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain;
Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening
sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua
lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju dan
rambut kepala.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)
> Dilakukan dengan
menekan
“Apabila kamu sujud,
sujudlah dengan menekan.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
> Kedua lengan/siku
tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi
rusuk/lambung.
Dari Abu Humaid
As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bila sujud maka
menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari
dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau.”
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik,
dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda:
“Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya.”
(Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
“Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya.”
(Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
“Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai
dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari
belakang”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
> Menjauhkan
perut/lambung dari kedua paha
Dari Abi Humaid tentang sifat sholat
Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Apabila dia sujud, beliau
merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
> Merapatkan jari-jemari
Dari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi
wasallam jika sujud maka merapatkan jari-jemarinya.
(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
> Menegakkan
telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit
Berkata ‘A-isyah isteri Nabi shalallau ‘alaihi
wasallam: “Aku kehilangan Rasulullah shalallau ‘alaihi wasallam padahal beliau
tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan
kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…”
(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
> Thuma-ninah dan
sujud dengan lama
Sebagaimana rukun
sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan
ruku’, berdiri setelah ruku’ dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir
sama lamanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Sujud
Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas
“Para shahabat sholat berjama’ah bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang
tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya
kemudian sujud di atasnya”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan
Sujud
Rasulullah membaca
SUBHAANA RABBIYAL A’LAA 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
atau kadang-kadang
membaca
SUBHAANA RABBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA
ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan
Yang Dilarang Selama Sujud
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca
Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
BANGUN
DARI SUJUD PERTAMA
Setelah sujud pertama -dimana dalam setiap roka’at ada dua sujud- maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
Setelah sujud pertama -dimana dalam setiap roka’at ada dua sujud- maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit
dari sujudnya seraya bertakbir”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
DUDUK
ANTARA DUA SUJUD
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka’at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan)
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka’at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan)
dan duduk iq’ak (duduk
dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar
hadits:
Dari ‘A-isyah berkata: “Dan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang
kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa’ah bin Rafi’
-dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila
engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas
pahamu yang kiri.”
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang
duduk iq’ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya].
(Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu duduk antara dua
sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat
(An-Nasa-i)
Bacaannya
RABBIGHFIRLII,
RABBIGHFIRLII
Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.
(Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.
(Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)
(Abu Dawud)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII
(Ibnu Majah)
(Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII
WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)
(At-Tirmidzi)
Thuma-ninah
dan Lama
Lihat tata cara ruku’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sholat.
Lihat tata cara ruku’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sholat.
MENUJU
ROKA’AT BERIKUTNYA
Pada masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka’at berikut dari posisi sujud kedua -pada akhir roka’at pertama dan ketiga- dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal -pada roka’at kedua.> Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka’at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Pada masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka’at berikut dari posisi sujud kedua -pada akhir roka’at pertama dan ketiga- dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal -pada roka’at kedua.> Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka’at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Tangan
bertumpu pada satu pahanya
Dari Wail bin Hujr dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ,berkata (Wa-il); “Maka tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersujud dia meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan
kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit
atas kedua lututnya dengan bertumpu pada satu paha.”
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan
bertumpu pada lantai (tempat sujud)
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertumpu pada lantai ketika bangkit ke roka’at kedua.
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Diselai
duduk istirahat
Dari Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat, maka bila pada roka’at yang ganjil
tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
> Bangkit dari
duduk tasyahhud awwal (dari roka’at kedua) dengan mengangkat kedua tangan
seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.
Mengangkat
tangan ketika takbir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya’la)
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya’la)
DUDUK
TASYAHHUD AWWAL DAN TASYAHHUD AKHIR
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat
Tempat
dilakukannya
Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka’atnya lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka’at yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka’at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka’atnya lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka’at yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka’at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Cara
duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri)
Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri)
sedang pada tasyahhud
akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan
duduk diatas lantai),
pada masing-masing
posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari Abi Humaid As-Sa’idiy tentang sifat
sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkat, “Maka apabila Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dalam dua roka’at (-tasyahhud awwal) beliau
duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam roka’at yang akhir (-tasyahhud
akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai
dll).”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Letak
tangan ketika duduk
Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri.
Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri.
Dari Ibnu ‘Umar berkata Rasulullahi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bila duduk didalam shalat meletakkan dua
tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya
sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan
padanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat
dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
“Kemudian beliau
duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri
atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya,
kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian
mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo’a
dengannya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
“Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia
menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya
ketika berdoa dan tidak menggerakannya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
Membaca
do’a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do’a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut:
Do’a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut:
Berkata Abdullah :
“Kami apabila shalat di belakang nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keselamatan
atas jibril dan mikail keselamatan atas si fulan dan si fulan maka rasulullah
berpaling kepada kami. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu
mengucapkan:
“AT-TAHIYYAATU LILLAHI
WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA
BARAKATUHU, AS-SALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN. ASYHADU ALLAA
ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU”
artinya: segala
kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan
terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya
keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena
sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang
shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang
haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan
utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
Dari Ka’ab bin Ujrah
berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : ‘Ya
Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas
bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata : ucapkanlah:
“ALLAAHUMMA SHALLI
‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM,
INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD
KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat
kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya
Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati
keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”
Berdo’a
berlindung dari empat (4) hal.
Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud
akhir maka…
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Agar tidak menyalahi
riwayat -hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam- ini maka dalam tasyahhud
awwal bacaannya berhenti sampai membaca sholawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, sedang ta’awudz (berlindung dari 4 hal) ini dibaca hanya ketika
tasyahhud akhir.
Dari Abu Hurairah
berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah
selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal,
dia berkata:
“ALLAAHUMMA INNII
A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL
MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu
dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya
Al-Masiihid Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
Berdo’a
dengan do’a/permohonan lainnya
…kemudian (supaya) dia memilih do’a yang dia
kagumi/senangi…
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
SALAM
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do’a lainnya.
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do’a lainnya.
“Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya
takbir dan penutupnya (yaitu sholat) adalah mengucapkan salam.”
(Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
(Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
Caranya
Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do’a salam kemudian ke kiri.
Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do’a salam kemudian ke kiri.
Dari ‘Amir bin Sa’ad,
dari bapaknya berkata: Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
Dari ‘Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia
berkata: Aku sholat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau
membaca salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): “As Salamu’alaikum Wa
Rahmatullahi Wa Barakatuh.” Dan kesebelah kiri: “As Salamu’alaikum Wa
Rahmatullahi.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Macam-macam
Bacaan Salam
Kadang-kadang beliau membaca:
Kadang-kadang beliau membaca:
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh—
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh
atau
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa
Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
atau
As Salamu’alaikum Wa
Rahmatullahi— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
atau
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As
Salamu’alaikum
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)
atau
As Salamu’alaikum dengan sedikit menoleh ke
kanan tanpa menoleh ke kiri
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Gerak
yang dilarang
Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengai dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengai dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Mengapa kamu menggerakkan tangan kamu seperti
gerakan ekor kuda yang lari terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila
seseorang diantara kamu mengucapkan salam, hendaklah ia berpaling kepada
temannya dan tidak perlu menggerakkan tangannya.” [Ketika mereka sholat lagi
bersama Rasullullah, mereka tidak melakukannya lagi]. (Pada riwayat lain
disebutkan: “Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya di atas
pahanya, kemudian ia mengucapkan salam dengan berpaling kepada saudaranya yang
di sebelah kanan dan saudaranya di sebelah kiri).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu ‘Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim, Abu ‘Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
Diantara gerakkan
bid’ah yang dilakukan saat salam adalah gerakkan yang dilakukan oleh orang
syi’ah dengan menepukkan kedua tangannya di atas paha tiga kali, sebagai
pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal seperti ini dilakukan
oleh syi’ah Iran dan sekitarnya. Maksud dari gerakan itu adalah melaknat
malaikat Jibril karena mereka mengatakan Jibril telah salah menyampaikan wahyu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar